Pemerintah baru saja menerbitkan UU Kesehatan yang secara strategis disiapkan untuk kepentingan pembangunan SDM demi memanfaatkan bonus demografi dan menyongsong Indonesia Emas.

Kesehatan merupakan salah satu sektor penting dalam pembangunan sumber daya manusia (SDM). Apalagi Indonesia tengah mengalami bonus demografi yang mana produktivitas SDM menjadi faktor penentu dalam memanfaatkan bonus tersebut. Di sisi lain, Indonesia tengah menyongsong Indonesia Emas pada tahun 2045 dan butuh generasi-generasi produktif yang mesti disiapkan sejak saat ini.

Salah satu langkah strategis pemerintah untuk sektor kesehatan yaitu menerbitkan Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Peraturan-peraturan turunan terkait UU tersebut juga dijadwalkan rampung pada tahun ini.

Meski demikian, tidak sedikit isu kesehatan yang muncul belakangan ini. Tidak hanya dari penyakit, tapi juga tanggapan kritis banyak pihak terkait aturan turunan UU Kesehatan. Beberapa waktu lalu juga muncul kasus perundungan dalam pendidikan kedokteran. Isu-isu tersebut tentu menjadi tantangan untuk pembangunan sektor kesehatan.

Untuk mencari tahu tentang isuisu tersebut, wartawan Koran Jakarta, Muhamad Ma'rup, mewawancarai Menteri Kesehatan (Menkes), Ir. Budi Gunadi Sadikin, CHFC, CLU, dalam beberapa kesempatan.Berikut petikan wawancaranya.

Bisa dijelaskan bagaimana proses penyelesaian Peraturan Pemerintah (PP) terkait UU Kesehatan. Bagaimana tanggapan Anda terkait adanya penolakan PP yang telah disusun?

Regulasi-regulasi ini harus selesai dan saya bertekad ini selesai sebelum 20 Oktober nanti.Maksimal September ini selesai. Saya kalau mengubah PP tidak berani janji karena sudah pasti akan lewat waktunya. Saya janji Permenkes akan dikeluarkan cepat yang menjelaskan PP tersebut.

Aturannya, kalau ada UU bikin aturan dijelaskan di PP. PP akan dijelaskan di Permenkes. Jadi kalau ada kerancuan, kerancuan akan ditutup di Permenkes. Itu akan kita prioritaskan. Minggu kedua september Permenkesnya.

Beberapa waktu lalu sempat muncul temuan banyaknya anak yang gagal ginjal.

Bagaimana tanggapan Anda terkait temuan tersebut?

Gagal ginjal anak sekarang terdeteksi lebih banyak. Bukan berarti kejadian lebih banyak, tapi sebelumnya kurang terdeteksi. Screening kita sudah meningkat dalam enam bulan lebih empat juta orang. Akibatnya kelihatan semua penyakitnya. Itu menyebabkan teman-teman di Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) khawatir begitu melihat prevalensi diabetes di usia anak tinggi sekali.

Untuk anak-anak, yang kita ketahui disebabkan karena diabetes. Ini penyebab terbesar kerusakan ginjal. Jadi diabetesnya harus dikontrol. Yang ditangani bukan gagal ginjal, tapi diabetes dijaga sejak dini. Jadi promotif dan preventifnya harus dijaga.

Untuk penanganannya seperti apa?

Kita tengah upayakan diabetes anak kemungkinannya diabetes 1, harus diberikan insulin seumur hidup. Itu kita kaji kalau banyak diabetes 1 di anak-anak kita, kita harus mengeluarkan kebijakan pemberian insulin ke mereka. Itu ada dampak di BPJS dan penyediaan insulin. Karena bisnis farmasi luar biasa rumit. Insulin murah tidak diproduksi, insulin yang diproduksi malah insulin mahal. Jadi, kita cari cara agar akses-akses produk insulin murah yang belum bisa kita produksi bisa kita kejar.

Gagal ginjal anak memang insidennya tidak naik signifikan, tapi dari sisi rasio atau risk faktor naik secara signifikan karena di-screening secara lebih banyak. Jadi, itu sedang kita siapkan bagaimana tata laksana dari hasil screening diabetes pada anak yang jadi penyebab utama gagal ginjal pada anak.

Terkait kasus mpox bagaimana perkembangan dan kesiapan penanganannya?

Terkait ketersediaan vaksin, pemerintah telah memesan sejumlah dosis vaksin tambahan dari Denmark dan diperkirakan akan datang dalam waktu dekat. Ini kita datangkan 1.600 yang baru. Harusnya minggu ini datang. Pemerintah juga telah menyiapkan fasilitas pengobatan bagi pasien yang terjangkit virus tersebut.

Virus mpox yang menjangkit sejumlah pasien di Indonesia adalah varian 2b yang fatalitasnya rendah dan dapat sembuh dengan cara diobati. Mpox yang di Indonesia itu varian 2b atau clade 2b, yang di Afrika itu varian 1b ya, itu fatality rate-nya tinggi mendekati 10 persen, kalau kita masih 0,1 persen.

Penularan virus ini hanya dapat terjadi melalui kontak fisik, seperti penularan HIV/AIDS. Masyarakat diimbau tidak terlalu khawatir karena penularan virus ini hanya terjadi pada kelompok tertentu sehingga penyebarannya tidak akan secepat Covid-19. Penularannya mesti kontak fisik dan terjadi di kelompok tertentu. Oleh karena itu, penyebarannya tidak akan secepat Covid-19 ya dan risikonya pasti di kelompok-kelompok tertentu.

Saat ini hanya terdapat 88 orang yang terkonfirmasi positif. Sekitar 73 kasus terjadi di tahun 2023 dan 14 kasus terjadi di tahun 2024. Penyebarannya pun baru terjadi di Jawa dan Kepulauan Riau. Kita ada 11 suspek, tapi semuanya negatif ya, semuanya negatif. Jadi sesudah dites PCR, dia negatif. Apalagi saya sampaikan, dari 88 ini, seratus persen sembuh ya, seratus persen sembuh. Karena seratus persen mereka adalah varian atau cladenya 2b.

Untuk aturan PP Kesehatan banyak tanggapan kritis terkait pemberian kontrasepsi kepada remaja.Bisa dijelaskan terkait hal tersebut?

Posisi Kemenkes sendiri kami hanya mau memberi kontrasepsi ini untuk perempuan sudah menikah di bawah 20 tahun. Bahasanya kita ingin seperti ini karena dari sisi kesehatan kalau ada perempuan hamil di bawah 20 tahun itu sudah terbukti mortality rate untuk anak dan ibu serta kemungkinan stunting sangat tinggi.

Sehingga di mata Kemenkes kalau bisa hamil di atas 20 tahun. Masalahnya, budaya di Indonesia banyak yang menikah di bawah 20 tahun. Sehingga kita kasih alternatif agar tetap bisa menikah di bawah 20 tahun, tapi kalau bisa tunda kehamilannya sesudah 20 tahun karena akan menjamin meningkatkan keselamatan anak dan ibu serta dari stunting.

Ada tantangan dari komunikasi dan pencatatan sehingga di tulisannya keluar seperti itu karena ini terkait di UU Perkawinan diwajibkan anak-anak Indonesia by undang-undang menikah di atas 19 tahun. Sehingga kalau kita pakai remaja di bawah 18 tahun tidak selaras dengan UU Perkawinan ini.

Terkait rokok yang diatur dalam PP Kesehatan, saat ini banyak produk-produk rokok ilegal. Bagaimana aturannya dalam PP tersebut?

Kita posisinya pada saat rapat antarkementerian dan lembaga kita fokus di bidang Kemenkes. Banyak teman-teman di kementerian lain ini bidang saya dan meminta aturannya diberikan ke kementerian tersebut. Kita benar-benar di PP itu memasukan hal-hal sifatnya umum, kalau ada yang spesifik di kesehatan. Nanti ada aturan turunan di masing-masing kementerian terkait.

Memang terjadi pergeseran dari produksi-produksi rokok ke yang bawah. Nanti kita bicarakan ke kementerian lain agar bisa dikontrol juga. Jangan sampai kita mengontrol yang formal, tapi mem-backup merek-merek yang tidak konvensional karena dengan adanya pajak ini keluar juga rokok-rokok di pasar gelap yang jauh lebih banyak.

Terkait kebijakan dokter asing praktik di Indonesia bagaimana prosesnya?

Keberadaan dokter asing di Indonesia jangan dianggap negatif. Jangan sampai dokter asing dijadikan provokasi yang memicu kekhawatiran tenaga medis. Mari kita kurangi banyak bicara yang negatif dan kita tambah banyak bekerja yang positif, demi kesehatan masyarakat Indonesia.

Jangan sampai ada isu pendapatan tenaga medis dalam negeri akan turun atau peluang kerja mereka akan hilang. Saat ini Indonesia justru kekurangan banyak dokter spesialis.

Perspektif terhadap keberadaan dokter asing harus dipahami untuk menyelamatkan nyawa manusia. Dokter asing juga dapat mempercepat peningkatan kemampuan dan kualitas dokter-dokter muda Indonesia dalam menekan angka kematian.

Keberadaan dokter asing ini akan memacu peningkatan kualitas dan akan mempercepat alih ilmu pengetahuan untuk para dokter muda Indonesia. Mereka akan berlatih dan bekerja bersama dokterdokter ternama dari mancanegara, mempelajari disiplin kerja mereka, budaya kerja mereka, dan interaksi terhadap pasien.

Beberapa waktu lalu muncul isu perundungan di pendidikan dokter spesialis. Bagaimana proses penyelesaian kasus tersebut dan pencegahan ke depannya?

Perundungan ini saya benar-benar berharap ini bisa diselesaikan. Saya sudah melihat banyak buktinya dan banyak sekali masukan yang kita terima sekarang tinggal kita memastikan ada efek jera agar ke depannya pihak-pihak terkait lebih hati-hati. Kalau tidak ada efek jera atau hukumannya, susah juga. Kalau bisa sekarang harus ada hukuman lebih jelas untuk memperbaiki sistem pendidikan kita.

Bagaimana proses perbaikan pendidikan kedokteran ke depan agar kejadian tersebut tidak berulang?

Pendidikan klinis ini banyak sekali catatannya. Istilahnya mengerikan. Tapi di sisi lain, saya lihat memang kejadian ini menjadi pintu masuk kita melakukan perubahan. Walaupun ini ada kekurangannya, setidaknya di masa kita ada sesuatu perubahan.

Ini adalah event ketiga. Pertama sangat lembut, kedua cukup keras, ketiga ini agak sangat keras kita berikan supaya efek jeranya ada. Tidak bisa kita ad-hoc terus. Harus secara sistematis kita memperbaiki sistem pendidikan kita.

Perbaikan yang sudah kami lakukan untuk sistem pendidikan spesialis berbasis rumah sakit. Karena itu ada dikontrolnya kita. Jadi, kita bisa penuh memiliki kewenangan membangun sistem yang baru.

Kami sudah membawa akreditor sistem pendidikan rumah sakit di Amerika. Ini sudah dipakai di negara-negara luar Amerika, ada Qatar, UEA, dan Singapura itu sudah memakai sistem yang sama.

Dan di sistem ini, jelas sekali mereka memasukan mekanismemekanisme kontrol terhadap kualitas pendidikan, termasuk juga kualitas kerja dan kualitas mental anak didiknya. Kalau itu tidak ditangani, akreditasi akan turun. Ini menurut saya agak berbeda dengan sistem akreditas lembaga pendidikan di perguruan tinggi kesehatan.

Perbedaan sistemnya seperti apa?

Waktu kemarin kejadian di Semarang, kita baru tahu bahwa kelulusan seseorang ditentukan oleh seniornya. Jadi apakah kemampuannya baik apa tidak atau melakukan suatu prosedur yang menentukannya seniornya, apakah mau lulusin atau tidak. Kalau sistem tadi ini benar-benar dikontrol harus ada dokumen notebook-nya. Misalnya, kompetensi untuk operasi usus buntu, dia dikasih kesempatan operasi 10 kali usus buntu, dilihat hasilnya. Kalau memang rekaman hasil bagus, elekctronic medical record-nya bagus, dia gak bisa gak diluluskan, dan itu dilakukan audit secara normatif.

Kita melihat banyak sekali contoh-contoh bagaimana kita menjaga sistem pendidikan yang baik dari sistem ini. Saya berharap di sistem pendidikan rumah sakit yang kita mulai tahun ini, mekanisme akreditas pendidikan klinis ini bisa bertahap kita perbaiki. Untuk yang existing itu sudah diharuskan bahwa kita menandatangani persetujuan dengan fakultas kedokteran untuk bisa membina bersama peserta didiknya dan program pendidikannya. Itu sekarang kita dorong agar perjanjian kerja sama ini bisa segera kita tandatangani.

Ini sulit dan tidak mudah. Karena kita ingin masuk lebih jauh atau bersama-sama Kementerian Pendidikan untuk memastikan kualitas pendidikannya benar, bukan berbasis senioritas, tapi berbasis profesionalitas pendidikannya.

Untuk keterlibatan kolegium dalam proses tersebut seperti apa?

Sekarang kolegium sudah diberi wewenang secara legal. Mereka bisa menerbitkan regulasi yang legal. Saya sampaikan ke mereka, tolong pastikan begitu kita punya wewenang mengeluarkan regulasi seperti kami, itu perspektif masyarakat harus lebih tinggi dari teman sejawat. Ini penting.

Jadi, tidak bisa lagi kita membuat peraturan tidak bisa buka prodi di sini karena semakin banyak kompetisi. Tidak boleh lagi. Tidak bisa lagi kompetensi ini dipegang kolegium saya, tidak boleh diturunkan ke dokter umum karena mengurangi kompetensi.

Jangan sampai ada kasus caesar, kalau dokter-dokter dulu bisa lakukan di daerah terpencil, sekarang ditarik ke atas kompetensinya karena alasan safety hanya boleh dilakukan spesialis. Itu banyak sekali kolegium di Indonesia menarik kompetensi di Indonesia sehingga akses masyarakat jadi sulit. Hal itu tidak boleh terjadi karena sekarang kolegium punya wewenang walaupun melalui menteri.

Nanti di peraturan turunan ingin kami pastikan bahwa cek and balance terjadi. Jadi, nanti akan banyak mendengar independensi harus dijaga. Saya setuju ada independensi dalam muatan pendidikan. Tapi begitu ada independensi mengatur itu tetap cek and balance dengan pemerintah harus dijaga.

Baca Juga: